Click the button to display the array values after the split.
SEO TEKNOLOGY
Jumat, 11 Juli 2014
Niat Puasa Ramadhan Setiap Malam, Emang Kudu?
Salah satu yang sering ditanyakan ketika masuk bulan Ramadhan
ialah, apakah niat puasa Ramadhan itu harus dilakukan setiap malam dan
terus berulang sampai akhir Ramadhan? Apakah sah jika niatnya cukup
sekali di awal Ramadhan saja?
Ya! Salah satu syarat sah-nya puasa Ramadhan seorang muslim ialah
niat berpuasa untuk hari itu sejak terbenam matahari sampai datang waktu
fajar (waktu subuh). Dan niat puasa Ramadhan itu juga punya beberapa
kriteria sehingga niat itu bisa dikatakan sah.
[Tajdid al-Niyyah / Pembaharuan Niat]
Nah, dari salah satu syarat di antara syarat-syarat niat tersebut ialah Tajdid al-Niyyah [تجديد النية], yaitu
memperbaharui niat di setiap malam Ramadhan. Ini adalah pendapat Jumhur
ulama dari 4 madzhab fiqih, selain madzhab Imam Malik. Madzhab Imam Daar al-HIjrah ini melihat bahwa tidak perlu adanya pembaharuan niat di setiap malam Ramadhan.
Jumhur Madzhab Fiqih
Jumhur ulama dari kalangan al-Hanafiyah, al-Syafi'iyyah dan al-Hanabilah sepakat bahwa yang namanya niat Ramadhan itu harus di-update di setiap malam Ramadhan. Tidak cukup hanya niat di awal bulan saja, mesti setiap malam.
Mereka mengatakan bahwa puasa di hari-hari Ramadhan adalah ibadah
yang independent di setia harinya, tidak punya keterkaitan antara
hari-hari tersebut. Karena setiap harinya itu berbeda dengan hari
selanjutnya atau sebelumnya, maka wajib di setiap hari ada niat yang
dikhususkan utnuk hari itu.
Bukti bahwa masing-masging hari Ramadhan itu tidak punya
keterkaitan, bahwa jika pada salah satu hari puasanya batal, maka itu
tidak membatalkan puasanya di hari sebelumnya. Begitu juga selbaliknya,
sah-nya puasa di hari ini tidak bisa membuat puasa esok hari juga
menjadi sah. Jadi memang mereka berdiri sendiri-sendiri.
Tidak seperti shalat yang semua gerakannya adalah satu kesatuan,
yang jika salah satunya batal, maka batal shalat tersebut. Terlebih lagi
dalam satu bulan itu tidak semua diwajibkan berpuasa, tapi puasa hanya
di bagian siangnya saja, malamnya tidak. berarti memang hari-hari wajib
puasa Ramadhan itu terputus, bukanlah suatu kesatuan.
(al-Mabsuth li-Sarakhsi 3/60, al-Majmu' 6/302, Kassyaf al-Qina' 2/315)
Madzhab al-Malikiyah
Madzhba Imam Malik berpendapat berbeda dengan apa yang dikatakan
oleh 3 madzhab lainnya. Mereka menganggap bahwa cukup dengn satu niat di
awal bulan, puasanya sepanjang bulan Ramadhan itu sah.
Imam Amhmad al-Dardiir mengatakan dalam kitabnya al-Syarh al-Kabir, bahwa
puasa Ramadhan ibadah yang punya satu kesatuan, karena kewajiban puasa
di dalamnya itu berurutan satu sama lain tidak terpisah, yang mana
seseorang tidak bisa memisahkan kewajiban ibadah puasa hari yang satu ke
hari yang lain di bulan lain.
(al-Syarh al-Kabir 1/521)
*************
*** Apakah Redaksi Niat Puasa Yang Banyak Diamalkan oleh Orang-Orang itu ada contohnya?
Redaksi niat yang masyhur:
نويت صَوْمَ غَدٍ عَنْ أَدَاءِ فَرْضِ رَمَضَانَ هَذِهِ السَّنَةَ لِلَّهِ تَعَالَى
"Nawaitu shauma ghadi 'an adaa'I fardhi Ramadhan hadzihi al-sanah lilla ta'ala"
Kalau pertanyaannya apakah redaksi niat itu ada contohnya atau
tidak? jawabannya jelas tidak ada contohnya, tidak dari Nabi saw, tidak
juga dari sahabat, tidak juga dari kalangan tabi'in dan pengikutnya.
Tapi yang harus diketahui adalah bahwa niat puasa itu punya syarat-syaratnya. dalam al-Mausu'ah al-Fiqhiyah Kuwait (28/21), syarat niat yang disepakati para ulama madzhab itu ada 4;
1. Jazm [جزم] = Yakin
2. Ta'yiin [تعيين] = Ditentukan
3. Tabyiit [تبييت] = Pengukuhan
4. Tajdid [تجديد] = Diperbaharui
1] Jazm [جزم]
Seorang muslim yang berniat haruslah yakin denga niatnya, tidak gamang. Seperti mengatakan:"kalau besok ngga jadi safar, saya puasa. Kalau jadi saya ngga puasa!". Harus yakinkan diri, puasa atau tidak?
Juga bukan di hari syak (hari setelah tanggal 29 Sya'ban), apakah besok sudah masuk Ramadhan atau tidak. misalnya mengatakan: "kalau besok benar tanggal satu saya puasa, kalau tidak ya ngga puasa!". Harus dipastikan sebelumnya apakah besok benar tanggal 1 atau tidak.
2] Ta'yiin [تعيين]
Juga dalam niat harus sudah ditentukan puasanya itu puasa apa?
apakah ini puasa wajib atau bukan? Lalu kalau wajib, ini wajib apa?
apakah Ramadhan atau nadzar, atau qadha? Harus ditentukan dengan jelas.
Karena syarat kedua inilah kemudian muncul redaksi dari ulama untuk memudahkan para orang muslim; [صَوْمَ غَدٍ عَنْ أَدَاءِ فَرْضِ رَمَضَانَ هَذِهِ السَّنَةَ] "puasa esok hari, wajib bulan Ramadhan tahun ini". tidak cukup hanya dengan niat secara mutlak tanpa ditentukan jenisnya.
Kenapa harus ditentukan? Karena puasa adalah ibadah yang berkaitan
dengan waktu (hari), maka harus ditentukan waktunya, agar tidak
tercampur dengan puasa lain. Layaknya shalat 5 waktu yang harus
ditentukan jenis shalatnya ketika niat agar tidak bias dengan shalat
yang lain. Ini adalah pendapat al-Malikiyah, al-Syafi'iyyah dan
al-Hanabilah.
(al-Majmu' 2/50, al-Mughni 3/109)
Namun bagi kalangan al-Hanafiyah, tidak perlu adanya penentuan
puasa dalam niat, cukup dengan niat puasa mutlak saja tanpa ditentukan
jenisnya. Karena yang namanya puasa Ramadhan itu tidak mungkin dilakukan
di luar Ramadhan, maka ketika ada yang berniat puasa, pastilah itu
untuk Ramadhan.
Terlebih lagi bahwa puasa itu ibadah yang mudhoyyaq (waktunya sempit), satu hari itu hanya cukup untuk satu puasa. Jadi mana mungkin ia berniat selain utnuk Ramadhan? (Radd al-Muhtarr 2/378)
3] Tabyiit [تبييت]
Harus dikukuhkan niat tersebut di malam sebelum hari yang ingin
dilakukan puasa itu datang, yaitu setelah terbenam matahari sampai
menjelang terbit fajar hari itu. Ini didasarkan kepada hadits Nabi saw:
مَنْ لَمْ يُبَيِّتْ الصِّيَامَ قَبْلَ طُلُوعِ الْفَجْرِ، فَلَا صِيَامَ لَهُ
"Siapa yang tidak berniat puasa di malam hari sampai terbit fajar, maka tidak ada puasa baginya"(HR. al-DaaroQuthni)
***Lalu siapa yang menciptakan redkasi tersebut?
Ulama yang menciptakan redaksi tersebut ialah Imam al-Rafi'i
al-Quzwaini (w. 623 H) dari kalangan al-Syafi'iyyah. Beliau menuliskan
redaksi niat tersebut dalam kitabnya Fathul-'Aziz bi Syarhi al-Wajiz atau biasa yang disebut denagn istilah al-Syarhu al-Kabir li al-Rafi'iy (6/293)sebagai
implementasi atas syarat-syarat niat tersebut guna memudahkan bagi para
muslim ketika ingin berniat puasa Ramadhan.
Yang kemudian, niat tersebut kembali ditulis ulang oleh Imam al-Nawawi dalam kitabnyaRaudhah al-Thalibin yang akhirnya menjadi familiar dan banyak diamalkan kebanyakan muslim.
***Apakah boleh berbeda?
Tentu saja boleh. Boleh kita berniat dengan bahasa Indonesia saja,
atau bahasa masing-masign daerah. Yang penting adalah syarat-syarat niat
yang 4 itu harus terpenuhi.
Wallahu a'lam
Qawwam.com
Langganan:
Komentar (Atom)